Dedi Surahman , Suhrowardi , n Yelita Ersa
A. Pengertian, Dasar Hukum, Sejarah dan Tujuan Berdiri
BMT adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada sistem ekonomi yang salam ( keselamatan), berintikan keadilan, kedamaian dan kesejahteraan. Istilah BMT adalah penggabungan dari baitul mal dan baitut tamwil. Baitul mal adalah lembaga keuangan yang kegiatannya mengelola dana yang bersifat nirlaba (sosial). Adapun baitut tamwil adalah lembaga keuangan yang kegiatannya adalah menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat yang bersifat profit motive. Dasar hukum BMT adalah Koperasi Syari’ah, terdapat beberapa kenyataan yang memberikan landasan kuat pada BMT sebagai gerakan koperasi antara lain: BMT didirikan dengan semangat koperasi, yaitu semangat kekeluargaan bagi anggota yang membutuhkan. Sejarah BMT ada di Indonesia dimulai tahun 1984 dikembangkan mahasiswa ITB di Masjid Salman yang mencoba menggulirkan lembaga pembiayaan berdasarkan syari’ah bagi usaha kecil. Kemudian BMT lebih diberdayakan oleh ICMI sebagai sebuah gerakan yang secara operasional ditindaklanjuti oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). Sebagaimana diuraikan di atas bahwa istilah BMT merupakan penggabungan dari baitul mal dan baitut tamwil. Sebelum berkembang istilah BMT, kita telah lebih dahulu akrab dengan istilah Baitul Mal (BM). Saat ini kita mengenal istilah BM sebatas sebagai lembaga pengelola ZIS. Pengertian ini sebenarnya telah mengalami penyempitan fungsi karena pada masa Nabi SAW dan para khalifah sesudahnya, BM menjalankan fungsi negara bukan hanya pada aspek ekonomi tapi pada semua aspek kehidupan. Adapun istilah Baitut Tamwil (BT) kurang populer. Namun ini pernah terdengar melalui nama BT Teknosa di Bandung dan BT Ridha Gusti di Jakarata. Fungsinya kurang lebih sama dengan praktik perbankan Islam yang menerapkan sistem bagi hasil. Perbedaannya terletak pada status kelembagaannya sebagai kelompok swadaya masyarakat dan lingkup usaha yang relatif kecil. Tujuan didirikannya BMT adalah untuk: 1. Melepaskan ketergantungan masyarakat pada rentenir. 2. Menjadi motor penggerak ekonomi dan sosial masyarakat banyak. 3. Menjadi ujung tombak pelaksanaan sistem ekonomi syariah. 4. Penghubung antara kaum aghnia dan kaum dhuafa. 5. Sarana pendidikan informal untuk mewujudkan prinsip hidup yang barakah dan salam melalui spiritual communication dengan dzikir qalbiyah ilahiyah. B. Berbagai Produk dan Mekanisme Operasional BMT Pada dasarnya, produk-produk dari BMT kurang lebih sama dengan apa yang ada dalam produk BPR syari’ah yaitu: 1. Prinsip Bagi Hasil Dengan prinsip ini ada pembagian hasil dari pemberi pinjaman dengan BMT, diantaranya produk al-mudharabah, al-musyarakah, al-muzara’ah dan al-musyaqah. 2. Sistem Jual Beli Sistem ini merupakan suatu tata cara jual yang dalam pelaksanaannya BMT mengangkat nasabah sebagai agen yang diberi kuasa melakukan pembelian barang atas nama BMT, dan kemudian bertindak sebagai penjual, dengan menjual barang yang telah dibelinya tersebut dengan ditambah mark-up. Keuntungan BMT nantinya akan dibagi kepada penyedia dana. Diantara produk itu adalah bai’ al-murabahah, bai’ as-salam, bai’ al-istishna, dan bai’ bitsaman ajil. 3. Sistem Non Profit Sistem yang sering disebut sebagai pembiayaan kebajikan ini merupakan pembiayaan yang bersifat sosial dan non komersial. Nasabah cukup mengembalikan pokok pinjamannya saja, yaitu produk al-qardhul hasan. 4. Akad Bersyarikat Akad bersyarikat adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih dan masing-masing pihak mengikutsertakan modal (dalam berbagai bentuk) dengan perjanjian berbagai keuntungan atau kerugian yang disepakati, yaitu produk al-musyarakah dan al-mudharabah. 5. Produk Pembiayaan Penyediaan uang dan tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam diantara BMT dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya bersama bagi hasil setelah jangka waktu tertentu, produk itu berupa pembiayaan al- murabahah (MBA), pembiayaan al-bai’ bitsaman ajil (BBA), pembiayaan al- mudharabah (MDA), dan pembiayaan al- musyarakah (MSA). BMT menggabungkan dua kegiatan yang berbeda sifatnya laba dan nirlaba dalam satu lembaga. Namun, secara operasional BMT tetap merupakan entitas (badan) yang terpisah. Dalam perkembangannya, selain bergerak di bidang keuangan, BMT juga melakukan kegiatan di sektor riil. Sehingga ada tiga jenis aktifitas yang dijalankan BMT , yaitu jasa keuangan; sosial atau pengelolaan zakat, infak, dan sedekah (ZIS); serta sektor riil. Mengingat masing-masing memiliki kekhasannya sendiri, setiap aktivitas merupakan suatu entitas (badan) yang terpisah, artinya pengelolaan dana ZIS, jasa keuangan, dan sektor riil tidak bercampur satu sama lain. Penilaian kinerjanya pun perlu dipisahkan sebelum menilai kinerja BMT secara keseluruhan. Selain itu, yang lebih mendasar adalah bahwa seluruh aktivitas BMT harus dijalankan berdasarkan prinsip muammalah (ekonomi) dalam Islam. C. Mekanisme Operasional Koperasi Syari’ah Dalam konteks ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, kegiatan produksi dan konsumsi dilakukan oleh semua warga masyarakat dan untuk warga masyarakat, dan pengelolaannya di bawah pimpinan dan pengawasan masyarakat sendiri. Prinsip demokrasi ekonomi tersebut hanya dapat diimplementasikan dalam wadah koperasi yang berasaskan kekeluargaan. Secara operasional, jika koperasi menjadi lebih berdaya maka kegiatan produksi dan konsumsi yang jika dikerjakan sendiri-sendiri tidak akan berhasil, maka melalui koperasi yang telah mendapatkan mandat dari anggota-anggotanya hal tersebut dapat dilakukan dengan lebih berhasil. Dengan kata lain, kepentingan ekonomi rakyat, terutama kelompok masyarakat yang berada pada aras ekonomi kelas bawah (misalnya petani, nelayan, pedagang kaki lima) akan relatif lebih mudah diperjuangkan kepentingan ekonominya melalui wadah koperasi. Inilah sesungguhnya yang menjadi latar belakang pentingnya pemberdayaan koperasi. Di bidang syari’ah, koperasi mencatat prestasi gemilang. Saat ini terdapat lebih dari 3000 koperasi. Koperasi syari’ah membantu lebih dari 920 ribu usaha mikro baik dalam bentuk koperasi pondok pesantren, koperasi masjid, koperasi perkantoran hingga koperasi pasar. Data Kantor Kementrian Negara Koperasi dan UKM mencatat jumlah koperasi di tanah air kini mencapai 134.963 unit dengan anggota 27,3 juta dan total simpanan anggota mencapai Rp 14,8 trilyun. D. Peraturan Hukum Terkait dengan BMT Pada awal perkembangannya, BMT memang tidak memiliki badan hukum resmi. BMT berkembang sebagai Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) atau Kelompok Simpan Pinjam (KSP). Namun, untuk mengantisipasi perkembangan ke depan, status hukum menjadi kebutuhan yang mendesak. Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, yang memungkinkan penerapan sistem operasi bagi hasil adalah perbankan dan koperasi. Saat ini, oleh lembaga-lembaga pembina BMT yang ada, BMT diarahkan untuk berbadan hukum koperasi mengingat BMT berkembang dari kelompok swadaya masyarakat. Selain itu, dengan berbentuk koperasi, BMT dapat berkembang ke berbagai sektor usaha seperti keuangan dan sektor riil. Bentuk ini juga diharapkan dapat memenuhi tujuan memberdayakan masyarakat luas, sehingga kepemilikan kolektif BMT sebagaimana konsep koperasi akan lebih mengenai sasaran. E. Perkembangan dan Pertumbuhan BMT di Indonesia Di Indonesia, istilah BMT mengemuka sejak tahun 1992. Mulanya, lembaga ini sekedar menghimpun dan menyalurkan ZIS (zakat, infak dan shadaqah) dari para pegawai atau karyawan suatu instansi untuk dibagikan kepada para mustahiknya, lalu berkembang menjadi sebuah lembaga ekonomi berbentuk koperasi serba usaha yang bergerak di bidang simpan pinjam dan usaha-usaha pada sektor riil. Semangat yang luar biasa untuk berekonomi dengan “ber-Islam” sekaligus itu harus didukung. BMT membuka kerjasama dengan lembaga pemberi pinjaman dan peminjam bisnis skala kecil dengan berpegang pada prinsip dasar tata ekonomi dalam agama Islam yakni transparansi, saling rela, percaya dan tanggung jawab, serta terutama sistem bagi hasilnya. BMT terus berkembang. Di beberapa pesantren dan kepengurusan cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) sudah terbentuk lembaga perekonomian umat ini. Sebagai sebuah konsep, BMT itu terus berproses dan berupaya mencari trobosan baru untuk memajukan perekonomian masyarakat, karena masalah muammalat memang berkembang dari waktu ke waktu. BMT begitu marak belakangan ini seiring dengan upaya umat untuk kembali berekonomi sesuai syariah dan berkontribusi menanggulangi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997. Karena prinsip penentuan suka rela yang tak memberatkan, kehadiran BMT menjadi angin segar bagi para nasabahnya. Itu terlihat dari operasinya yang semula hanya terbatas di lingkungannya, kemudian menyebar ke daerah lainnya. Dari semua ini, jumlah BMT pada tahun 2003 ditaksir 3000-an tersebar di Indonesia, dan tidak menutup kemungkinan pertumbuhan BMT pun akan semakin meningkat seiring bertambahnya kepercayaan masyarakat. F. Dampak Perkembangan dan Pertumbuhan BMT Dampak yang ditimbulkan diantaranya: 1. Meningkatkan kualitas SDM anggota, pengurus, dan pengelola dan menjadi lebih profesional, salam ( selamat, damai, sejahtera dan amanah) sehingga semakin utuh dan tangguh dalam berjuang dan berusaha (beribadah) menghadapi tantangan global. 2. Dana yang terhimpun terorganisir sehingga dana yang dimiliki oleh masyarakat dapat termanfaatkan secara optimal di dalam dan di luar organisasi untuk kepentingan rakyat banyak, hal ini dapat memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat bawah. 3. Terbukanya kesempatan kerja. 3. Mengukuhkan dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar produk-produk anggota. 4. Memperkuat dan meningkatkan kualitas lembaga-lembaga ekonomi dan sosial masyarakat banyak. G. Prospek, Kendala dan Strategi Pengembangannya. Tumbuh kembangnya BMT tidak terlepas dari sistem yang ada di dalamnya, mulai memberlakukan suka rela dalam pemberian bagi hasil dari nasabahnya, tidak memberlakukan suku bunga dan menurut salah seorang general manager, kunci dari keberhasilan memupuk usaha simpan pinjam di BMT itu karena kecepatan proses di banding meminjam di perbankan konvensional, paling cepat peminjaman satu minggu hingga satu bulan. Oleh karenanya prospek BMT akan semakin cerah jikalau bisa mempertahankan sistem yang ada dan tetap berada dalam jalur syari’at. Di samping keberhasilan itu semua, BMT pun memiliki berbagai kendala diantaranya persepsi masyarakat yang keliru menyamakan antara sistem bagi hasil dan bunga, hal ini dikarenakan ketidakpahaman yang dimiliki oleh setiap kalangan masyarakat yang disebabkan juga kurangnya publikasi dari pihak BMT itu sendiri. Kendala yang lainnya yaitu minimnya modal yang dimiliki oleh lembaga BMT ini. Dari semua kendala yang ada, BMT harus menerapkan beberapa strategi dalam pengembangannya agar tetap eksis diantaranya: 1. Aktif melukukan sosialisasi di tengah masyarakat tentang arti penting sistem ekonomi Islami. Hal ini bisa dilakukan dengan pelatihan-pelatihan mengenai cara-cara bertransaksi yang Islami, sehingga semakin menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non syari’ah. 2. Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil. BMT harus bersikaf aktif menjaga keuangan mikro, misalnya dengan jalan pendampingan, pembinaan, penyuluhan, dan pengawasan terhadap usaha-usaha nasabah atau masyarakat umum. 3. BMT harus mampu melayani masyarakat lebih baik, misalnya selalu tersedia dana setiap saat, birokrasi yang sederhana dan lain sebagainya yang dapat melepaskan ketergantungan masyarakat pada rentenir. 4. Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata, karena BMT langsung behadapan dengan masyarakat yang kompleks dituntut harus pandai bersikap.
Tinggalkan komentar